Lamunan Bisu

Kamis, 29 Juni 2017

Sebait Cinta untuk Indonesia

Ribuan punggung patah  menukik di sepanjang jalan perjuangan menuju cinta dan kejayaan. Berserakan tak terkafani, tidak juga dimandikan. Telah banyak ranting-ranting berjatuhan seakan tak ternilai namun memberi kehidupan pada tunas-tunasnya. Banyak harapan menggelora menuju satu kesatuan, satu kesepakatan, satu harapan dan satu cinta. Telah terjamah dalam takdir Tuhan yang agung bahwa kecintaan satu kesatuan akan membawa pada kejayaan dengan satu semangat merangkul berbagai elemen kehidupan dengan berjuta harapan. Seperti terpotret dalam Pancasila "Persatuan Indonesia".
Sejarah telah terkonstruk sesuai budaya berkembang dalam sebuah periode, secara eksplisit sejarah telah membawa manusia pada kebebasan berfikir, menyebabkan banyaknya warna serta perbedaan yang ikut andil meramaikan suatu peradaban. Walaupun demikian, hidup dengan wajah atau corak kebudayaan berbeda telah mengajarkan manusia akan pentingnya sosialis, toleransi dan pluralitas. Hidup bersosial adalah menjadi harapan warga negara dalam membangun tatanan sosialnya. Sehingga, mengurangi ketimpangan dalam suatu budaya dikarenakan kekerasan dan keserakahan kehidupan sosial. Toleransi yang dijunjung tinggi di Indonesia telah menampakan potret masyarakat plural, multikultural menjadi corak keberagaman untuk saling mengayomi seperti yang terpatri dalam pancasila (Bhinneka Tunggal Ika), walaupun berbeda tetapi indonesia tetap satu kesatuan sebagai sebuah warga negara. Disisi lain, Indonesia membebaskan warga negara berkarya sesuai kemampuannya serta memberikan hak kemanusiaan yang sangat layak selagi tidak keluar dari koridor pancasila.
 Sedari dulu ko-eksistensi antar masyarakat indoensia menjadi pembeda dari negara-negara lain, walaupun dari perwatakan warga setiap daerah berbeda atau mewarisi kultur daerahnya. Tetapi toleransi dan pluralisme telah benar-benar menyatukan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang maju dan memiliki loyalitas terhadap negaranya. Kemajemukan inilah telah menjadi corak pembeda nan indah yang harus dipupuk agar didapati keharmonisan dari semua elem masyarakat. dibanding negara Timur Tengah yang berkecambuk perang saudara, Indonesia telah memiliki penyatu masyarakat dan ko-eksistensi dari jutaan perbedaan yakni Pancasila.
Seperti kata guru bangsa Tjokroaminoto dalam bukunya Sosialisme Islam, Sosialisme menghendaki cara hidup "Satu buat semua, semua buat satu", yaitu cara hidup yang hendak mempertunjukan pada kita bahwa memikul tanggung jawab atas perbuatan satu sama lain, seperti pepatah lama yang berbunyi "Ringan sama dijinjing berat sama dipikul". Kesadaran pluralisme demi meraih cita-cita panjang agar terbentuk masyarakat bertoleransi telah diajarkan oleh Founding Fathers. Sehingga Tuan Tjokro menggagasnya dengan slogan Zelfbestur (Membuat Pemerintahan Sendiri / merdeka ditanah sendiri). Merdeka ditanah sendiri merupakan harapan dari guru bangsa. Sudah sepantasnya kita merasakan kemerdekaan di tanah sendiri dari banyaknya pemasalahan yang berkecambuk. Idealitasnya adalah kemajuan sebuah bangsa yang bersih dari segala tindakan yang merusak dan kekacauan dalam bernegara, sehingga terbentuknya masyarakat madani yang beradab (Cak Nur). Tetapi realitas telah menjawab, keseragaman seakan menjadi warna yang tak mampu memberi kemegahan, tetapi justru menjadi alat keserakahan orang-orang tak bertanggung jawab. merdeka ditanah sendiri hanya sebuah idealitas suci dari guru bangsa yang disakralkan oleh warga negaranya, sedangkan realitas berceritakan teori-teori tak berkesudahan.
Dialektis reformasi telah berkumandang sedari dulu, realita bangsa menuai banyak jalan dengan juta persimpangan berbeda, dari belok kanan sampai paling kanan hingga belok kiri sampai peling kiri. Semua telah menjadi warna dalam keberagaman, serta seragam dalam satu bendera indonesia, satu ideologi Pancasila. Namun dewasa ini, pluralitas menjadi tutur tinulur antar warga. Riuk pikuk permasalahan negara telah mencerminkan bahwa ketidak-siapan warna negara Indonesia untuk hidup bernegara, walaupun sangat jelas isi dalam pancasila membawa kita menuju masyarakat madani,  misalnya sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab", negara akan tercapai kesatuan jika warganya adil dan beradab. Karena dengan keadilan dan keberadaban manusia akan merasakan ketenangan hubungan antara manusia. Pluralitas Indonesia menjadi corak indah yang seharusnya dijaga dan dipelihara, kemajemukan ini akan selalu inheren dengan perkembangan zaman. maka dari itu sebagai upaya membentuk masyarakat toleran, maka warga negara indonesia seharusnya menjaga kemajemukan. Minoritas menghargai mayoritas, begitupun mayoritas merangkul minoritas. Bukan bahu membahu dan bersifat ekstrimis terhadap minoritas.