Manusia
adalah mahluk yang diberikan kemampuan berpikir, merasa,melihat, mendengar,
bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakanya diperoleh atau bersumber pada
pengetahuan yang didapatkan melalui proses-proses tersebut. Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir dan tidak dikaitkan
dengan perasaan, dalam hal ini seorang ahli fisika yaitu Pascal menyatakan bahwa ternyata hati mempunyai logikanya sendiri.[1]
Dalam penalaran manusia yang besifat relative sehingga menghasilkan banyak metod, tidaak terkecuali para filsuf yunani, yakni Aristoteles menyatakan bahwa pengetahuan bisa diperoleh melalui dua jalan yaitu induksi dan deduksi. Induksi merupakan pola berpikir dari melihat fakta-fakta yang khusus untuk menuju kesimpulan yang umum dan sebaliknya deduksi berangkat dari pernyataan-pernyataan yang sudah teruji kebenarannya yang bersifat umum untuk menuju kesimpulan yang khusus. Untuk induksi jelas berangkat dari pengamatan indra terhadap obyek-obyek material sehingga nantinya bisa dirumuskan sebuah teori yang umum dari benda-benda tersebut. Sementara deduksi lepas dari pengamatan indrawi dan deduksi inilah yang oleh Aristoteles dianggap sebagai jalan yang sempurna untuk menuju pengetahuan baru. [2] Ada model penalaran antara lain yakni, Induksi, Deduksi, Abduksi dan lain-lain. Adapaun induksi dan deduksi adalah dua model penalaran yang paling doninan digunakan dalam dunia ilmiah. Namun, disini kita akan paparkan ssedikit banyak tentang ketiga model penalaran itu[3].
Induksi adalah proses penalaran atau penarikan kesimpulan dimana benar-tidaknya tesis (pernyataan/proses) ditentukan oleh pengalaman. Induksi bertolak dari observasi tentang objek-objek tertentu. Induksi bergerak dari
a. Seperangkat fakta yang diobservasi secara khusus
b. Ditarik pernyataan yang bersifat umum tentang akta dari seperangkat sebab tertentu menuju pada sebab akibat, atau sebaliknya.
Filusuf pada zaman keemasan Yunani, Aristoteles menyatakan bahwa proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada yang brsifat universal, disebut sebagai pola penalaran induksi[4].
Ada dua jenis pengalaman, pertama adalah pengalaman langsung dan kedua adalah penglaman tidak langsung. Induksi dapat bertolak dari dua jenis pengalamn tersebut. Induksi bertolak dari oengalaman langsung, ini maksudnya adalah cara kerja induksi adalah dengan merumuskan generalisasi dari data-data yang dialami. Contohnya adalah setelah mengamati seribu ekor gagak berbulu hitam, maka ditarik kesimpulan bahwa “semua gagak berwarna hitam”. Induksi bertolak dari pengalaman tak langsung , maksud nya adalah penarikan kesimpulan yang tidak diperoleh melalui pengalaman (observasi) langsung, akan tetapi melalui experiment yang biasasnya dengan menggnakan hipotesis.[5]
Meskipun konklusi induksi itu tidak mengikat akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kecuali kalua ada alasan untuk menolaknya. Jadi konklusi oenalaran induktif itu olehpkiran dapat dipercaya kebenaranya atau dengan perkataanlain: konklusi induksiitu memiliki kredibilitas rassional. kredibilitas rasional disebut probabilitas. Probabilitas itu didukung leh penglaman, artinya konklusi induksi itu menurut pengalaman biasanya cocok denhgan observasi indra, tidak mesti harus cocok.[6]
- Janin adalah manusia (P), maka aborsi adalah pembunuhan (Q)
- Janin adalah manusia (P)
- Maka Aborsi adalah pembunuhan (Q)
Deduksi
adalah proses penalaran yang bertolak dari generalisasi (hal yang umum) lalu
kita rumuskan kesimpulan yang lebih khusus.cara kerja ilmu-ilmu a priori (ilmu
pasti: matematika, logika) berdasarkan cara kerja penalran jenis ini.
Pernyataan atau klaim deduktif disebut juga dengan klaim a priori (tanpa pengalaman).
Kebenaran kesalahan klaim apriori hanya
dapat diketahui melalui rasio atau intuisi intelektual. Klaim apriori bersifat
niscaya (necceserry) yaitu keyakinan-keyakinan tentang sesuatu yang pasti atau
tidak mungkin. Kalim a priori yang sekali dinyatakan benar, akan tetap benar
(misalnya dalil atau postulat matematika) [7]
Sedang dalam id.wikipedia.org Deduksi berarti
penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum atau penemuan yang khusus dari yang
umum. Dengan demikian, metode deduksi (atau penalaran deduktif ,logika deduktif, deduksi logis atau
logika "atas-bawah") adalah
proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum (premis) untuk mencapai
kesimpulan logis tertentu.Metode deduksi akan membuktikan suatu kebenaran baru
berasal dari kebenaran-kebenaran yang sudah ada dan diketahui sebelumnya
(berkesinambungan). Metode deduksi umumnya dipakai pada bidang matematika untuk membuat turunan-turunan rumus
yang lebih simpel. Penalaran deduktif menghubungkan premis-premis dengan
kesimpulan. Jika semua premi benar, istilah jelas, dan aturan logika deduktif
ditaati, maka kesimpulan ini tentu benar.[8]
Dalam penalaran Deduktif, istilah
falid atau shahih seriing digunakan. Terkadang istilah ini mungkin sering
disamakan dengan “benar”. Namun dalam logika dan filsafat istilah falid (itas)
memiliki maksut yang berbeda dengan istilah “benar”.
Disini kita mencoba merumuskan
argument modus ponens dengan menganti
P dan Q dengan kalimat sederhana yakni :
P
dengan “janin adalah manusia”
Q
dengan “aborsi adalah pembunuhan”
Maka,
hasil argumentnya sebagai berikut:
Abduksi
adalah sebuah bentuk pembuktian berdasarkan silogisme. Pembuktian ini berada
dengan pembuktian berdasarkan deduktif dan induktif. Sifat pembuktian ini lebih
lemah daripada pembuktian deduksi dan induksi. Abduksi adalah cara pembuktian
yang memungkinkan hipotesa-hipotesa dibentuk. Pembuktian abduksi bertolak dari
sebuah kasus partiklar menuju sebuah “penjelasan yang mngkin” tentang khusus.
Penalaran
abduksi ini tidak memberikan kepastian mutlak (probable). Misalnya, ada satu kasus atau fakta A yang menimbulkan
tanda tanya. Lalu diajukan hipotesa B. jika hipotesa B benar, maka fakta A
adalah yang biasa-biasa saja. [9]
Inggris: abduction Istilah ini berasal dari bahasa Latin ab (jauh dari, dari) dan ducere (mengantar). Arti harfiah
istilah ini ialah menarik
dari, keluar dari.
Sebuah
bentuk pembuktian yang berdasarkan silogisme. Pembuktian dengan abduksi berbeda
dari pembuktian berdasarkan deduksi dan induksi. Sifat pembuktiannya lebih
lemah dibandingkan dengan deduksi dan induksi.
Pandangan Aristoteles
menyebut abduksi dengan apagoge. Dalam Aristoteles, abduksi mengacu kepada
jenis-jenis inferensi (penyimpulan, penalaran) silogistik yang tidak berhasil
membawa kepastian, entah karena hubungan yang lemah antara term-term mayor dan
tengah, atau term-term tengah, minor. Premis mayor bersifat pasti, sedangkan
premis minor tidak pasti. Karena itu kesimpulannya menjadi kurang pasti atau
sama dengan premis minor. Contoh klasik ialah: "semua yang tidak hancur
adalah hal yang tidak material, jasmani; manusia mempunyai jiwa" .
Bagi
C. S. Peirce, abduksi tetap merupakan salah satu dari tiga bentuk pokok
inferensi, bersama dengan induksi dan deduksi. Abduksi adalah cara pembuktian
yang memungkinkan hilx)tesis-hiporesis dibentuk. Pembuktian abduksi bertolak
dari sebuah kasus partikular menuju sebuah eksplanasi yang mungkin tentang
kasus itu. Sebagaimana dalam Aristoteles, demikian Pula bagi Peirce abduksi
merupakan bentuk inferensi yang probabel, artinya tidak memberikan kepastian
mutlak..[10]
[1] A Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), Hal 116
[2] http://moxeb.blogspot.co.id/2012/01/aristoteles-dan-filsafatnya.html
(di ambil pada tanggal 20 Maret 2017, jam 22:28)
[3] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hngga Kontemporer,(Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2014) Hal 41
[4] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2010), Hal 166
[5] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hngga Kontemporer,(Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2014) Hal 41
[6] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, Hal 167
[7] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, Hal 43
[8]
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_deduksi#cite_note-1(di ambil pada tanggal
20 Maret 2017, jam 22:20)
[9] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, Hal 45
[10] http://kamus-filsafat.blogspot.co.id/
(di ambil pada tanggal 20 maret2017, jam 22:43)