Lamunan Bisu

Rabu, 11 Oktober 2017

Konflik Rohingnya dan Kedewasaan Beragama


Kurukunan umat beragama menjadi pembahasan paling aktual dalam sedekade belakangan ini, persinggungan antar agama begitu vital ketika dihadapkan dengan variasi agama mayoritas dan agama minoritas, agama mayoritas biasanya mempunyai kendali lebih kuat dan menguasai berbagai lini dalam kehidupan bermasyarakat. Maka, tidak jarang kita temukan agama mayoritas cenderung menindas  umat beragama minoritas. walaupun tidak dapat dipungkiri, terkadang ada permainan politik yang mengatas namakan agama dengan bermacam dalih dan corak politik, menyebabkan  begitu kompleksnya suatu permasalahan ketika keduanya bercampur. Permasalahan konflik beragama paling aktual adalah adanya angapan pembantaian umat muslim rohingny oleh negara Myanmar yang notabeni umat beragama Buddha.  Walaupun dalam kacamata umat buddha yang patuh dengan ajaran Sidharta gautama tidak membenarkan untuk membantai sesama manusia, karena siapun bisa bersalah dan bisa memperbaiki dirinya. 
Created By detikindonesia.com
Bikkhu Pannavaro Mahathera memaparkan bahwa konflik terjadi di myanmar telah berdampak pada ketenangan umat buddha indonesia, karena mereka sering menjadi hujatan agama lain atas kelakuan umat buddha Myanmar terhadap umat muslim Rohingnya. Terlebih, seakan media membesar-besarkan pertikaian dengan frame bahwa konflik umat beragama buddha dan muslim, karena pemberitaan didalam media menggunakan persepektif salahsatu bikkhu di Myanmar yang membolehkan penindasan pada umat muslim Rohingnya. Namun, bikkhu Panavaro memaparkan bahwa sesungguhnya tidak dibenarkan dalam agama Buddha membunuh sesama manusia, karena pada hakikatnya agama buddha mengajarkan agama metha, yakni agama cinta kasih. Sesekali seorang bikkhu membunuh atau membenarkan pembunuhan maka akan gugur kebikkhuanya. Jika tetap tidak mau melepas kebikhuanya maka spriualnya akan sia-sia, jika bikkhu ini bermeditasi maka meditasinya akan sia-sia. Lantas sebenarnya bagaimana agama agar mampu menciptakan keharmonisan umat beragama? Dalam agama buddha agama tidak akan mampu menciptakan keharmonisan, jika agam tidak dihayati dan agama tidak dilaksanakan.
Pemaparan menarik dari bikkhu pannavaro bahwa sesungguhnya dibalik dari pertikainan Rohingnya adalah dampak dari perang dingin orang kapital untuk menguasai sebuah kekayaan alam, selama ini dihuni orang-orang rohingnya. Potensi alam inilah menjadi pertarungan orang kaptal, saling tindih merebut untuk meguasai kekayaan alam Rohingnya, sehingga cara terakhir untuk mengusir penduduk dengan dalih agama. Maka dapat kita menelitik bahwa sesungguhnya pertikain rohignya bukanlah murni konflik antar agama, melainka perang dingin orang kapital yang diprakarsai politik internal negara sehingga permasalahan rohingnya berjalan halus. Agama dijadikan sebagai bungkus atau alat peperangan kaum kapital untuk tercapainya keinginan internal penguasa.
Dalam khasanah Indonesia Agama telah menjadi fondasi kerukaunan umat dan pemernyatu umat. Namun, sewajarnya umat beragama telah mencapai kedewasaan sehingga tidak ada lagi pertikain dengan dalih agama. Umat beragama seharusnya mengerti akan pentingya menghargai sesama umat beragama sebagai corak dari beragamnya negara kesatuan repulik indonesia. Maka, seharusnya umat beragama mengerti akar sebuah masalah dari runyamnya permasalahan negeri, bukan lantas membabi butakan setu kelompok minoritas dan mengatasnamakan kesalahan beragama. Setidanya pemahaman bikkhu pannavaro menjadi satu resolusi dari berkecambuknya umat beragama yakni orang beragama seharusnya mengetahui  dua hal penting.

Pertama, umat beragama seharusnya mampu membedakan rakit sebagai alat dan rakit sebagai kegunaan. Jika pemahaman rakit hanya sebagai alat maka kita tidak akan pernah bisa mendapatkan kelebihan dari rakit dan tujuan dibuatnya rakit, namun sebaliknya jika kita tahu bahwa rakit sebagai kegunaan sehingga kita mempu menggunakan rakit menyebrangi sungai. Sama halnya dengan agama, terkadang kita terlalu dangkal mengartikan agama, bawa agama dijadikan sebagai alat dan tidak di implikasikan sebagai kegunaan sehingga manusia mampu mencapai puncak tertigi dalam beragama yakni keharmonisan beragama. Kedua,  umat beragama seharusnya mampu membedakan kejahatan dan penjahat, untuk tercapai kedewasaan umat beragama sharusnya kita mengetahui akar masalah dari suatu permasalahan. Puncaknya kita harus memahami anatara kejahatan dan penjahat, jika seseorang berbuat jahat maka jangan benci orangnya karena seburuk-buruknya penjahat mempunyai ruang kecil untuk kembali ke fitrah manusia. Kejahatan harus dimusnahkan namun bukan berarti menumpas para penjahat.