Perkembangan globalisasi yang sedang
berlangsung sekarang ini membawa dampak tersendiri bagi kehidupan masyarakat
Indonesia. Kemajuan teknologi komunikasi telah membabat habis batas-batas yang
mengisolasi kehidupan manusia. Karena itu, lahirlah apa yang disebut masyarakat
terbuka (open society) dimana terjadi aliran bebas informasi, yakni manusia,
perdagangan, serta berbagai bentuk-bentuk aktivitas kehidupan global lainnya
yang dapat menyatukan umat manusia dari berbagai penjuru dunia. Masyarakat mau
tidak mau dengan terpaksa harus mau menyadari bahwa betapa pentingnya
memperjuangkan hak-hak asasinya serta harus mampu bertanggung jawab terhadap
kehidupan dalam membangun keadaan masyarakatnya sendiri. Oleh karena itu,
kelangsungan hidup manusia mendatang di negara Indonesia ini sudah menjadi
kelaziman apabila menjadi tanggung jawab bersama untuk memajukannya. Tanggung
jawab tersebut bukanlah merupakan tanggung jawab dari satu masyarakat atau oleh
negara saja tetapi merupakan tanggung jawab kolaborasi. [1]
Aksioma Civil Society bergantung
sosial budaya berkembang dalam negara tersebut, karena bagaimanapun Civil
Society merupkan produk sejarah dan lahir di masyarakat barat modern. Seperti
yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar belakang kajian pada kawasan Eropa
Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa suatu masyarakat yang berkembang dari
sejarah yang mengandalkan dimana individu dan perkumpulan tempat mereka
bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka
yakini.[4] untuk memahami Civil Society, kita harus bangun pradigma bahwa kon sep Civil
Society bukanlah konsep yang sudah sempurna melainkan sebuah wacana yang harus
dipahami sebagai sebuah proses. Oleh karenanya perlu dikaji kembali untuk
menyempurnakan konsep ini.
Sebagai sebuah gagasan yang awalnya
lahir dari sejarah masyarakat barat, hiam mrlihat bahwa akar sejarah gagasan
ini dapt ditelusuri kehadiranya sejak aristoteles, meskipun Cicero-lah
yangmulai menggunakan istilah Socities Civilies dalm filsafat politiknya.[5]
Menurut Prof. Luis j. cantori Civil society adalah kelompok elit yang mengisi posisi-posisi
kepemimpinan dalam berbagai kelompok yang berfungsi dalam masyarakat.[6]
mereka menjadi kontrol dalam upaya keberlangsungan masyarakat sejahtera dalam
menjalani kehidupan dalam negara, tidak lagi merasa ada ketimpangan cukup jauh antar masyarakat
dan menghasilkan velue kesatuan dalam
menjalankan aktivitasnya sebagai warga negara. sebagai suatu corak kehidupan masyarakat yang
terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan, keswadayaan, kemandirian, namun
mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.
Pada dasarnya Civil society sebenarnya
bukanlah wacana baru. Gellner menelusuri akar gagasan ini ke masa lampau melalui
sejarah peradaban barat (eropa dan amerika), dan menjadi perhatian adalah
ketika konsep ini pertama kali dipopulerkan secara gamblang oleh seorang
pemikir skotllandia, adam Ferguson (1723-1816), dalam karya klasikya An Essay
on History of Civil Society (1767), hingga perkemangan Civil Society lebih
lanjut oleh pemikir modern Locke, Rousseau, hegel, Marx dan Tochqueville,
hingga upaya menghidupkan kembali di eropa timur dan barat dizaman kontemporer.[7]
A.
Karakteristik Civil society
Walaupun sampai sekarang belum ada
konsep baku terkait Civil society namun Dalam perkembanganya Karakteristik mulai tampak, misalnya
1.
Free
Public Sphere
Membentuk
sustu negara dengan berkemajuan diperlukan adanya ruang menyatukan aspirasi
masyarakat, adanya Free Publick Sphere (Ruang Bublik) menjadi totalitas dalam
kesepemahaman bernegaran dan Mampu
melakukan transaksi wacana tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Selain
free public sphere juga perlu wacana publik menurut Hannah Arendt.
Pada ruang publik, siapapun bebas mengemukakan aspirasi dan transaksi-transaksi
wacana tanpa mengalami distorsi atau kekhawatiran. masyarakat akan semakin
terbuka antar masyarakat dalam menyikapi isu dalam kebermasyarakatan, karena
memiliki askes penuh terhadap semua kegiatan publik (Hebermas).
2.
Demokrasi
Demokrasi menjadi bagian dari
penegak masyarakat madani, karena disini Berlaku
santun dalam interaksi tanpa mempertimbangkan suku, ras, agama dan
adat-istiadat. Mereka mempunyai kebebasan penuh dalam memilih dan
menentukan laku hidup dalam keseharianya, termasuk dalam berinteraksi dengan
lingkunganya.
3.
Toleransi
Toleransi merupakan Sikap saling menghormati dan
menghargai aktivitas orang lain. Keharmonisan bermasyarakat merupakan harapan termaktub
setiap insan. Toleransi mengajarkan sebuah arti saling memahami dengan segala
kekurangan atau kelebihan orang lain.
4.
Pluralisme
Sikap penuh pengertian kepada orang lain dalam
konteks masyarakat majemuk. Menurut Nur Cholis Majid, konsep Pluralisme ini
merupakan Prasyarat bagi tegaknya massyarakat madani. Pluralisme menurutnya
adalah pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
5.
Keadilan
sosial
Keseimbangan dan pembagian yang proporsional
terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup segala aspek
kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan
salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok massyarakat.
B.
Civil Society Indonesia
Di
indonesia, pengertian Civil Society mengalami penerjamahan berbeda-beda sesuai
sudut pandang. Seperti masyarakat warga,[8] masyarakat madani, masyarakat sipil,
masyarakat kewargaan, masyarakat warga dan Civil Society sendiri. Menurut Hegel, masyarakat madanai memerlukan
pembatasan dan penyatuan dengan negara melalui kontrol hukum, administratif dan
politik. Indonesi merupakan negara demokrasi dengan kontrol hukum, demokrasi
dan pluraslisme telah menjadikan masyarakat madani memiliki peran untuk
membangun kesepemahaman dalam bernegara yang berkesatuan indonesia serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pilar Civil
Society (Masyarakat Madani) seperti Pemahaman Syaikh Rashid Ghanouchi, terkait
dengan organisasi-organisasi non-pemerintah yang berupaya – sebagai perantara
antara negara dengan anggota masyarakat secara individu, meningkatkan dan
mendukung pembakuan-pembakuan intelektual, spritual dan moral masing-masing
anggota dan komunitasnya secara keseluhuran. Menurutnya tujuan organisasi ini adalah meraih sejauh mungkin kemandiriaan dan
ketidak tergantungan pada negara, dengan cara mengekang kekuasaan negara untuk
mengintervensi.134 maka adanya organisasi menjadi penyeimbang dalam keselarasan
hidup bermasyarakat, mereka selayaknya mempu menjadi agen of control, penyambung aspirasi rakyat dan
mendengarkan keluh-kesah rakyatnya untuk tercapainya masyarakat madani.
Maksudnya dengan adanya mereka kehidupan bermasyarakat akan semakin terjamin
dan mampu mewujudkan masyarakat berkemajuan atau masyarakat terbuka yang bebas
dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang kritis, masyarakat
yang berpastisipasi aktif serta masyarakat egaliter merupakan bagian yang
integral dalam penegakan demokrasi dan pluralitas.
Selain
dari pada itu, Masyarakat Madani senantiasa melakukan kritikan dan kontrol
terhadap kebijakan pemerintah dalam menjalankan keperintahanya. Setidaknya Masyarakat
mampu berperan dalam mengkonstruk negara menjadi pokta untuk tercapainya
korelasi antar rakyat dan pemerintah serta mampu teraslisasi kehidupan
bernegara yang berkedaulatan, adil dan beradab. Sehinga Tendensi pemerintah bertindak
totalitarian kekuasaan dapat terhindarkan untuk terciptanya ekstensif dalam
masyarakat. Adapun penegak masyarakat madani di indonesia adalah Lembaga
Swadaya masyarakat, Pers, Supermasi Hukum, Perguruan tinggi dan partai politik.
Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan organ yang menaungi
masyrakat dalam berbagai keluh kesah kehidupan bernegara. Mereka menyumbangkan
sumbangsi pada negara untuk membantu masyrakatnya memahami realitas sosial dan
wacana berkembang.
Pers
merupakan bagian terpenting dalam penegakan masyarakat madani. kontrol pers,
mereka akan mempublikasikan kegiatan dalam masyarakat atau pemerintahan.
Sehingga dengan adanya kontrol Pers. Tidak ada lagi kesalah fahaman antar
masyarakat dengan pemerintah, serta adanya keterbukaan dalam tindakan tertentu
dalam bernegara.
Supremasi Hukum setiap
warna negara, baik yang dduk dalam formassi pemerintahan maupun sebagai rakyat,
harus tunduk kepada (aturan) hukum.
Selain itu, supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum
dan segala bentuk penindasan hak asasi manusia, sehingga terpola bentuk
kehidupan yang Civilized.[9]
Perguruan Tinggi merupakan tempat citivis akademik (baik dosen maupun
mahasiswa) menyalurkan aspirasi pengetahuanya terhadap masyarakat, mereka juga
memiliki tugas utama dan menciptakan ide alternatif dan konstruktif untuk
mendapat menjawab problematika keummatan
Partai Politik merupakan
wadah bagi warga negara menyalurkan aspirasi politiknya, karena bagaimapum
dalam sebuah negara politik harus menjadi kekuatan yang mampu membagunkan kenegaraan yang berdaulat.
Dan menjadi kekuatan bagi warga negaranya.
C. Landasan
Normatif Civil Society
Indonesia
Indonesia
dengan negara berlandaskan pancasila tidak bertentangan dengan religi, karna
dalam pengertianya masyarakat madani merupakanmassyarakat yang berkemajuan.
Pertama ketuhanan yang
maha esa, substansi sila pertama merupakan penalaran para Founding Father tentang pentingnya ketuhanan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan Bernegara. Maksudnya dengan adanya kesepemahaman
tentang ketuhanan akan terealisasi adanya rasa kesatuan. Hidayat Syarif berpandangan bahwa
masyarakat madani seharusnya beriman
dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. [10]
Kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab. Masyarakat madani
menjunjung tinggi adanya toleransi antara masyarakat agar terbentuknya keadilan
tanpa memandang latar belakang, Sehingga semua memiliki hak sama memperjuangkan
keadilan untuk terciptanya masyarakat yang beradab. Menurut Hegel Masyrakat
madani merupakan atau tempat berlangsung percaturan berbagai kepentingan
pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi. Sementara negara merupakan
representasi ide universal yang bertugas melindungi kepentingan politik
warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap masyarakat madani.
Ketiga Persatuan indonesia,
Menurut
Henningsen, secara institutional, Pengelompokkan
anggota-anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas
dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang
berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya.
Keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Terbentuknya suatu negara dengan landasan bermasyarakat madani, diperlukan
suatu wadah atau pemimpin untuk mengatur masyarakat. Sehingga akan tercipta
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Menurut Gramsci Memberi tekanan
pada kekuatan cendikiawan yang merupakan aktor utama dalam proses perubahan
sosial dan politik.
Kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, menurut Han Sung-Jun, mayarakat
madani seharusnya
(1). Diakui dan
dilindunginya hak-hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri dari
negara. (2). Adanya ruang publik yang
memberikan kebebasan bagi siapa saja dalam mengartikulasikan isu-isu politik. (3). Terdapatnya gerakan
kemasyarakatan yang berdasar pada nilai-nilai budaya tertentu. (4). Terdapatnya kelompok inti di
antara kelompok-kelompok menengah yang mengakar dalam masyarakat dan mampu
menggerakkan masyarakat dalam melakukan modernisasi sosial ekonomi.
Sehingga semua masyarakat akan mendapatkan keadilan secara sosial yang
menyeluruh.
D.
Demokrasi
dengan Masyarakat Madani
Gagasan
masyarakat madani dapat dikatakan merupakan reaksi bagi kecenderungan berbagai
analisa terhadap politik di indonesia, yakni pendekatan negara yang banyak
berkembang terutama dalam melihat realitas kepolitikan orde baru.
•Menyaring dan menyiarkan
pendapat dan rumusan kepentingan yang jika tidak dilakukan pasti itdak akan
kedengaran oleh pemerintah atau kalangan masyarakat umumnya.
•Menggairahkan dan menggerakkan
upaya-upaya swadaya masyarakat daripada menggantungkan diri kepada prakarsa
negara.
•Menciptakan forum pendidikan
kewarganegaraan, menarik masyarakat untuk membentuk usaha bersama, dan
mencairkan sikap menyendiri serta membangkitkan tanggungjawab sosial yang lebih
luas. (Rahardjo, 1999: 293)
Refrence
Abu ubaidillahah, Islam dan Negara dalam
Politik Orde Baru,
Jakarta: Gema Insani Press, 1986
Abdillah dkk. (ed), Civic Education,
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
Jakarta- AIN Jakarta Press, 2000
Adi
Suryadi cula, Masyarakat madani, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1999
Luis j.
Cantori, Islamisme, Pluralisme dan Civil
Society, Terj, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007
Dalam
tulisan Franz Magnez-suseno, judul Ruang Publik
Suroto
“Konsep Masyarakat Madani Di
Indonesia Dalam Masa Postmodern (Sebuah Analitis Kritis)”
, Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 9,
Mei 2015